Dokumentasi Pribadi |
Selasa shubuh tanggal 9 desember 1947,di
kampung rawagede tiba-tiba terdengar suara letusan tembakan senjata yang
memecah kesunyian pada pagi itu dan membangunkan penduduk yang sedang tertidur
pada waktu itu.
Tiba-tiba terdengar kembali beberapa letusan senjata api,
sehingga penduduk khususnya lelaki yang dewasa berhamburan keluar rumah,ada
yang lari mencari tempat persembunyiaan dan ada juga yang tetap tinggal dirumah
karena ketakutan setelah mendengar bahwa adanya lserangan belanda yang dianggap
adanya pertempuran antara pejuang Badan
Keamanan Rakyat (BKR) dengan serdadu belanda, karena rawagede memang merupakan
markas pejuang.
Sementara desa
rawagede yang semulanya tenang menjadi mencekam,akibat letusan senjata dari
ratusan serdadu yang datang. Banyaknya penduduk yang lari kesawah untuk bersembunyi,ietapi banyak yang
terkena tembakan belanda karena dipanggil untuk tidak lari tapi masih tetap
lari. Salah satu pilihan untuk lari adalah masuk ke kali,karena sudah terkepung
oleh tentara Belanda.
Ada sebagian juga yang tertangkap dan
dikumpulkan,diperiksa dan menanyakan dimana para pejuang berada? tetapi penduduk
tidak ada satu pun yang memberitahukan, hanya bisa menjawab tidak tahu!dengan
rasa marahnya tentara Belanda tidak segan-segan untuk menyiksa dan menganiaya
dan sedang pada jongkok ditembak dari
belakang satu persatu.
Selanjutnya serdadu belanda menggedor pintu ke pintu dan tidak ada
yang keluar langsung ditembak.dan yang tertangkap dikumpulkan jumlahnya 30 s/d
50 orang, disuruh jongkok dan sebelum dibantai ditanya kembali dimana para
pejuang dan dimana Lukas Kustaryo, tetapi tidak ada satu orang pun yang
meberitahukan sama seperti tempat
lainnya,itulah sikap pejuang yang sejati.
Selanjutnya ditempat lain juga
dikumpulkan 20 orang disuruh berjajar membelakangi tembok dan satu persatu
ditembak. Dari kekejaman tanpa adanya prikemanusaan,setelah tahu bahawa
banyaknya yang bersembunyi di sungai, pihak Belanda mengadakan penyisiran dari
timur kebarat dimana disunyai banyaknya semak-semak perlindungan yang
diberondong dengan senjata, memang kenyataaanya banyak sekali yang bersembunyi
di pinggir sungai, maka korban pun berjatuhan.
Dengan keadaan yang sedang
banjir maka mayat-mayat tersebut banyak yang terbawa arus. Akhinya sekitar
pukul 16.00 WIB serdadu Belanda pun keluar dari Rawagede. Menurut para saksi
hidup pembantaian jumlahnya ada 9 lokasi,yang paling terbanyak di lokasi sepur
yang merupakan stasiun kereta api jurusan
Karawang Rengasdengklok.
Setelah sore harinya ibu-ibu dan para
wanita lainnya baru menemukann mayat-mayat yang terutama dekat dengan lokasi
pembantaian dengan rumah mereka. Menjelang malam harinya sebagian warga
mengungsi ke daerahnya masing-masing, khususnya laki-laki yang berumur 15 tahun
keatas, dengan tujuan mempunyai keluarga di tempat lain,Sebab merasa takut
keesokan harinya akan datang kembali serdadu Belanda.
Keesokan harinya pada hari rabu tanggal
10 Desember 1947 ,ibu-ibu dan sanak keluaga yang tidak mengungsi mencari
keluaganya yang tadinya terpencar mencari perlindungan,tetapi setelah ditemukan
banyaknya yang sudah menjadi mayat. Ada yang anaknya dua-duanya,termasuk
suaminya,ada juga yang orang tuanya,jadi hampir semua keluarga mempunyai 1 sampe
4 mayat. Untuk mengurus pemakamannya terutama kaum ibu sampai dua tiga hari
atau sampai 4 hari,karena minimnya peralatan untuk menggali liang lahatnya.
Sekitar satu minggu para lelaki yang
menggungsi baru pulang kembali ke Rawagede,saat mendapat kabar bahawa keadaan
betul-betul sudah aman,tetapi dilain pihak merasa kaget karena masih banyaknya
ditemukan mayat di pinggir-pingggiran sungai yang sudah membusuk yang tidak
terkuburkan. Akhirnya dikuburkannya di mana mayat itu berada,tapi bukan sedikit juga yang
terhanyutkan air dikali rawagede.
Peristiwa ini pernah diabadikan oleh
seorang penyair yang bernama Chairil Anwar dengan puisinya yang berjudul
Krawang-Bekasi.
Pada masa saat ini masih banyaknya
masyarakat yang seakan lupa dengan sejarah. Sedangkan bung Karno pernah berkata JASMERAH, jangan sekali-sekali
melupakan sejarah.
(Rifky Ghilmansyah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar